Jakarta, 3 Agustus 2025 – Jelang Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia pada 17 Agustus 2025, bendera Jolly Roger dari One Piece menggebrak negeri. Bendera hitam bertengkorak bertopi jerami, lambang kru bajak laut Topi Jerami pimpinan Monkey D. Luffy, menghiasi kampung, kendaraan, hingga media sosial. Ini bukan sekadar gaya, tapi ledakan emosi: pemberontakan hati anak muda atau sekadar main-main budaya pop? Tanggapan pemerintah yang membara dan sorotan dunia menjadikan fenomena ini pusaran di tengah semarak kemerdekaan.
Gelombang Jolly Roger: Dari Pinggir Jalan ke Dunia Maya
Semua bermula dari seruan Presiden Prabowo Subianto agar warga mengibarkan bendera Merah Putih sepanjang Agustus untuk HUT RI. Namun, anak muda dan penggemar One Piece menjawab dengan caranya sendiri: bendera Jolly Roger bermunculan, kadang bersama Merah Putih, kadang berdiri sendiri. Di X, TikTok, dan Instagram, bendera ini viral, dengan banyak akun menjadikan tengkorak bertopi jerami sebagai foto profil.
Ali Maulana, Ketua Komunitas One Piece Jayapura, bilang Jolly Roger adalah simbol kebebasan. “Merdeka 80 tahun, tapi banyak yang masih merasa terjepit,” katanya. Sosiolog Universitas Indonesia, Rissalwan Lubis, menyebut fenomena ini cerminan kekecewaan atas kebijakan seperti pajak melonjak dan ketimpangan sosial. “Ini bukan makar, tapi anak muda bersuara lewat budaya pop,” ujarnya, menyoroti One Piece sebagai megafon aspirasi.
Pemerintah: Dari Tuduhan Makar ke Seruan Persatuan
Respon pemerintah beragam. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, pada 31 Juli 2025, menyebut aksi ini sebagai “gerakan terstruktur” yang mengancam persatuan. Anggota DPR Fraksi Golkar, Firman Soebagyo, menuduhnya sebagai “makar” yang harus dihentikan. Sebaliknya, Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar Baharuddin, memilih pendekatan lembut, menegaskan Merah Putih sebagai simbol pemersatu. “Bendera kita adalah jangkar bangsa,” katanya di Denpasar, 1 Agustus 2025, saat bagi-bagi 10 juta bendera.
Anggota DPR Fraksi PKB, Anna Mu’awanah, mengimbau warga mengutamakan Merah Putih demi nasionalisme. Pakar hukum tata negara, Dr. Rudi Pratama, menegaskan bendera One Piece tak melanggar UU No. 24 Tahun 2009 selama tidak merendahkan simbol negara. “Ekspresi boleh, tapi jangan pecah belah,” katanya.
Sorotan Global: Media Asing Tergoda
Fenomena ini mengguncang dunia. Screen Rant (Kanada) dalam artikel 1 Agustus 2025 menyebutnya “kontroversi paling gila” dari One Piece, menilai reaksi pemerintah berlebihan namun memuji kuasa budaya pop global. BBC News Indonesia (2 Agustus 2025) membandingkan Jolly Roger dengan simbol protes seperti semangka untuk Palestina, menyebutnya cara damai menyuarakan kritik.
Jolly Roger: Teriakan Hati atau Sekadar Gaya?
Dalam One Piece, Jolly Roger melambangkan kebebasan, perlawanan terhadap tirani, dan persaudaraan. Bagi Riki Hidayat dari Kebayoran, Jakarta, bendera ini mengekspresikan kemarahan atas pajak tinggi dan pengambilalihan tanah. “Merdeka itu bukan cuma seremoni,” katanya. Pengamat politik Universitas Mulawarman, Saipul Bahtiar, bilang pemerintah harus lihat ini sebagai cermin, bukan musuh. “Jangan takut pada bendera kartun, takutlah pada rakyat yang kecewa,” ujarnya.
80 Tahun Merdeka: Bendera dan Jiwa yang Bergolak
Jolly Roger adalah kilat yang menyambar narasi kemerdekaan Indonesia di usia 80 tahun. Merah Putih adalah darah perjuangan leluhur, tapi Jolly Roger adalah jeritan hati muda yang mendambakan keadilan. Sebagai jurnalis, saya melihat ini bukan sekadar tren atau pemberontakan, melainkan cermin bangsa yang masih mencari makna merdeka. Di HUT RI ini, bendera apa pun yang berkibar, pertanyaan sejati tetap menggema: apakah kita merdeka di jiwa, atau hanya terpaku pada simbol? Jolly Roger bukan akhir, tapi panggilan untuk bangkit, menyalakan api perubahan, dan menjawab apa arti kemerdekaan sejati: negeri yang tak hanya bebas, tapi juga adil, jujur, dan mendengar suara rakyatnya.